Sejarah Masa Lalu Kampung Mokmer
![]() |
Kampung Mokmer, tahun 1800-an. |
MENELUSURI KAMPUNG MOKMER
KAMPUNG MOKMER merupakan salah satu kampung tua yang telah eksis sejak ratusan tahun di kepulauan Biak Numfor. Nama Mokmer tidak digunakan sebagai batas wilayah atau nama Kampung saja, melainkan nama ini juga digunakan untuk menyebut Kelompok Suku di wilayah selatan pulau Biak. Feuilletau de Byun (1920) mencatat bahwa masyarakat yang mendiami mulai dari Kampung Parai, Menaisur, Manggandisapi, Mokmer, Manswam, Sburia, Kababur, Mnubabo dan Ambrobenbepur adalah "Kelompok Suku Mokmer" atau Kelompok Suku Sapori (Swapor). Kelompok Suku Mokmer (Swapor) ini juga menyebar ke Pulau Wundi yakni di kampung Urami dan Saukani. (Lihat de Byun, 1920:46).
Secara etimologi nama "Mokmer" berasal dari ungkapan Mok (mob) be Marmer yang dipersingkat menjadi "Mokmer" yang artinya tempat yang bergoyang atau bergerak. Di wilayah perairan Mokmer terdapat arus yang bergerak dari segala arah. Dalam buku Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel (1914) disebutkan bahwa "Mokmer. Pelabuhan ini, yang disebut Laboean Imoai,....ada karang yang lepas; kedua terumbu tersebut terlihat jelas. Salah satunya berlabuh di tengah-tengah terumbu karang ini. Ada arus deras yang mengalir di sepanjang pantai di sini". Tampaknya, pergerakan arus pada tempat ini disebabkan oleh topografi dasar alut, arus permukaan dan arah angin. Aliran arus yang cukup kompleks pada laut pantai Sanumi inilah yang disebut Mokmer.
Kampung tersebut mengisahkan banyak kisah sejarah masa lalu orang Biak di wilayah Swapordibo, Biak Selatan. Berdasarkan hasil penelusuran dokumen sejarah bahwa nama "Mokmer" baru tercatat oleh sejarawan Belanda pada 1800-an. Misalnya, dalam perjalanan Robide van Der Aa pada 01 Desember 1872 dicatat nama kampung Mokmer dengan nama "Mokmeri", "Mokmer" (Dr. D. W. Horst, 1886, F. S.A. de Clerq, 1887, 1888, 1893, de Byun, 1920), dan nama ini sering disebut oleh para sejarawan bangsa Eropa dalam berbagai catatan mereka.
Dalam catatan tertulis F. S.A. de Clerq yang mengunjungi kampung Mokmer pada tahun 1887 mencatat bahwa ada sekitar 25 rumah dibangun di kampung Mokmer. Dalam peta Belanda tahun 1916 yang dibuat de Bryun tercatat nama kampung "Mokmer, Manggandisapi, Menaisur, Ruber, Parai". Namun, menurut catatan Drs. Festus Simbiak, dulunya nama-nama kampung adalah "Sanumi, Koibur, Manggandisapi, Sapai, Mnaisur, Parai". Dari data-data ini menunjukkan bahwa dulu kampung Mokmer merujuk pada Sanumi dan Koibur. Namun, seraya waktu berlalu nama ini dipakai luas untuk merujuk kepada kampung Mokmer (Sanumi, Koibur), merujuk kepada beberapa kampung terkait, wilayah Kelompok Suku, dan belakangan di pakai juga pada nama pelabuhan dan Bandara.
TOKOH FENOMENAL
Sejarah mencatat banyak kisah-kisah masyarakat kampung Mokmer. "Mokmer adalah kampung yang sangat kuat". Tulis Feuilletau de Bryun dalam Schouten- en Padaido-eilanden (Mededeelingen Encyclopaedisch Bureau 21). Batavia, 1920. Salah satu tokoh terkenal pada 1800-an bernama Korano Baibo Morin, (±1830-1918?), ia merupakan seorang Konor, pemimpin spiritual. Konon, kampung Mokmer sangat terkenal ketika para Manbri-Manbri Byak di kampung tersebut menyerang sebuah kapal dagang Belanda yang nakodai oleh H.C. Holland, pada 22 Juli 1886 yang menyebabkan korban jiwa, salah satunya adalah sang nakoda sendiri. Peristiwa ini dipicu ketika "nakhoda itu telah memperlihatkan sikap mengejek terhadap Konoor dan segala tuntutannya. Karena itu ketika kapal itu datang, nabi itu pun berkata kepada para pemujanya: "Itulah kapal api itu. Tetapi di atas kapal itu ada seorang Belanda yang harus dihabiskan dulu." Tulis F. C. Kamma dalam Ajaib di Mata Kita, 1993, Jilid 3, hal. 4.
Akibat penyerangan tersebut pada 14 Oktober 1887, kolonial Belanda murka dan "datanglah kapal perang yang lalu menembaki sejumlah kampung yang terlibat sehingga terbakar. Tetapi setahun kemudian Konoor yang itu juga, yaitu Korano Mokmer, atas nama Gubernemen diangkat oleh Residen menjadi kepala. Pengangkatan itu merupakan usaha untuk meredakan keadaan. Tetapi akibat-akibat yang ditimbulkan tindakan itu adalah justru sebaliknya. Orang Biak menyanyikan kemenangan mereka itu dalam lagu berdayung mereka: "Kita telah membunuh seorang Belanda, tetapi orang tak melakukan apa-apa terhadap kita, malah Konoor kita menjadi Raja".
![]() |
Korano Baibo Morin, 1886 |
Kasus ini telah menyebar ke seantero wilayah teluk Cenderawasih dan peristiwa ini menjadikan kampung Mokmer dikenal oleh pemerintah Hindia Belanda, sehingga kampung ini, menjadi kampung yang dikunjungi residen Belanda dari Tidore pada 1887. Pasca peristiwa tersebut, terjadi penyelesaian antara Pemerintahan Hindia Belanda (residen) dengan para tokoh adat di kampung tersebut. Korano Baibo fasih menggunakan bahasa Melayu, cerdik, dan dikenal sebagai sosok yang memiliki pengaruh. Pengangkatan Korano Baibo Morin sebagai kepala yang mewakili pemerintahan Belanda, maka Korano Baibo mengawasih beberapa kampung di wilayah Swapor hingga wilayah Sorido-KBS yaitu Mandon, Orondirna, Mokmer, Sburya, Kababur, Ambron, Yenures, Nyampunari, Wapnor, Saramom dan Samau.
PELABUHAN MOKMER (1904-2024)
Perdagangan di Papua kala itu adalah "kopra, masoi, pala, damar, kulit burung, sirip hiu, tripang, penyu dan cangkang, yang ditukar dengan linen, manik-manik, pernak-pernik, dan yang terpenting sutra. Kapal-kapal K.P.M (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) rutin mengunjungi Merauke, Kaimana, Fak Fak, Kokas, Saonek, Sorong, Dore, Roön, Teluk Wooi, Ansus, Pom, Mokmer, Jamna dan Teluk Humboldt". Ekspor kopal dari pelabuhan Mokmer dalam ton per tahun ke Nederlan Nieuw Guinea (Nugini Belanda) selama tahun 1910-1929 mencapai 29 ton - 132 ton. Kopal damar dibawa dari Bosnik kemudian proses pengangkutan ke kapal KPM dari pelabuhan Mokmer.
Sebelum pemerintahan Hindia Belanda berdiri di Biak (Bosnik), Mokmer merupakan tempat transit kapal dagang Belanda, pegawai administrasi Belanda, Zendeling maupun pedagang-pedagang dari berbagai tempat. Pasar Terapung di pantai Mokmer pada tahun 1910, merupakan bukti berupa foto yang menunjukkan bagaimana aktifitas dagang dilakukan di laut oleh masyarakat di sekitar pulau Biak dan kampung Mokmer. Pada tahun itu sudah ada seorang pedagang China yang menjalankan bisnisnya di sana.
Kampung ini juga menjadi basis tentara Jepang dan Sekutu. Lapangan terbang yang beroperasi zaman Jepang sekitar 1930-an hingga Belanda 1960-an ini dinamakan "Bandar Udara Mokmer". Dan, ketika Indonesia masuk, lapangan terbang tersebut diganti menjadi Bandara Frans Kaisiepo pada 09 November 1985.
![]() |
Potret Pria dari Kampung Mokmer, 1918 (de Byun) |
Posting Komentar untuk "Sejarah Masa Lalu Kampung Mokmer"